PANGLIMA PERANG WANITA YANG PERKASA DALAM PERANG JAWA

TIGA hari sesudah Perang Jawa berlangsung, Nyi Ageng Serang terima utusan berasal dari Yogyakarta yang membawa surat berasal dari Pangeran Diponegoro. 


Dalam surat itu tertera bahwa Diponegoro menghendaki doa dan dukungan perempuan berjuluk Lonjong Mimis dan Diraja Meta (dentuman senjata) itu untuk hadapi perang tersebut.

Nyi Ageng Serang dikenal sebagai perempuan kuat, tangguh, dan pintar. Sejak belia dia gemar berlatih pengetahuan bela diri. Dia dihormati karena kecakapannya dan memiliki kesaktian tinggat tinggi yang konon diperolehnya disaat bersemedi di gua di kurang lebih pantai selatan Jawa. Banyak orang mendatanginya untuk berguru.

Karier Nyi Ageng didalam militer kerajaan diawali sejak berusia 16 tahun. Kala itu dia masuk Korps Nyai di Keraton Yogyakarta. Di area inilah dia mendapat gelar Nyi Ageng, tulis Peter Carey didalam Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX. Sementara, kata Serang dia sanggup karena menikahi Pangeran Serang I. Nama kecil Nyi Ageng Serang sendiri adalah Raden Ajeng Kustiah Retno Edi.

Begitu terima surat berasal dari Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng dengan pasukannya, Semut Ireng, segera bergerak ke sektor Serang-Demak pada masa-masa awal perang. 

Dalam setiap pertempuran, dia selamanya berkuda putih dan manfaatkan seragam serta melilitkan selendang pusaka lambang keperwiraannya di tombaknya. Nyi Ageng Serang, layaknya ditulis Kayatun didalam skripsinya, “Nyi Ageng Serang didalam Perang Diponegoro”, dikenal sebagai seorang taktikus dan pengatur trick perang yang andal. Pangeran Diponegoro kerap menghendaki bantuannya.

Pasukan Semut Ireng terdiri berasal dari 500 prajurit dengan posisi yang diatur selamanya siap siaga. Di Perang Jawa, Semut Ireng yang selamanya Mengenakan panji Merah-Putih yang disebut Panji Gula Kelapa pada mulanya menghancurkan pos Belanda di Gambringan sesudah itu melanjutkan penyerangan ke Purwodadi.

Dalam tugas merebut bagian timur Jawa Tengah, Nyi Ageng yang duduk sebagai penasehat dan bergerak dengan anaknya, Pangeran Serang II, memerintahkan pasukannya untuk lakukan penyamaran dengan daun limbu. 

Kamuflase daun limbu ditunaikan dengan langkah setiap prajurit membawa daun limbu untuk digunakan sebagai pelindung atau payung.

Setelah menyerang pos-pos Belanda dengan taktik “Serangan Hanoman”, yakni menyerang diam-diam dengan pasukan kecil, para prajurit sesudah itu bersembunyi di ladang, semak-semak, atau sawah dengan berlindung di balik daun limbu yang mereka bawa. 

Taktik ini berhasil mengelabui Belanda. Para tentara pemburu Belanda mengira prajurit Nyi Ageng Serang hilang begitu saja di sedang sawah hijau.

Kecerdikan dan pengalaman Nyi Ageng sebabkan nasihatnya perihal trick perang selamanya didengarkan Pangeran Diponegoro. Dia selanjutnya dipercaya jadi penasihat umum didalam Perang Jawa. Posisi pentingnya sepanjang Perang Jawa sebabkan Nyi Ageng Serang amat dihormati pengikut Diponegoro.

Pada pertengahan 1826, pejabat Indo-Belanda Paulus Daniel Portier tertangkap dan jadi tawanan pasukan Diponegoro. Dia menghendaki Pangeran Serang II untuk mempertemukannya dengan Nyi Ageng yang saat itu sedang bersemedi di kurang lebih pantai selatan manfaat bernegosiasi. Permintaan itu tak dikabulkan. Belanda tak dulu berhasil menangkap Nyi Ageng Serang.



Wasalam......

source:historia.id