APAKAH RIWAYAT ARYA PENANGSANG DIHITAMKAN SEJARAH??

memandang dari sudut Aryo Penangsang, sebab kebetulan ia ialah murid Sunan Kudus, seorang ulama yang dikenal tegas dan lurus. Seorang ulama berpengalaman fikih, berpengalaman ekonomi, berpengalaman perang, dan berpengalaman pemerintahan, yang pun seorang pedagang kaya. Jadi bertemulah penasaran pada cerita di seputar Penangsang yang meragukan, dengan semangat hendak menceritakan cerita wali yang tidak banyak lebih rasional dari yang sekitar ini lebih anda ketahui ceritanya yang penuh kisah-kisah mistik.

Maka pencarian pun saya lanjutkan pada sosok Joko Tingkir, yang dalam beragam literasi menjadi titik kunci mula mula kekisruhan di Demak. Yang menciptakan kekhalifahan Islam Demak pulang menjadi sebuah kerajaan yang penuh dengan pencampuradukan doktrin Islam dan kebiasaan lama. Yang ternyata tersebut berlanjut sampai kini, sepanjang nyaris lima abad lamanya. Sosok Joko Tingkir ini lumayan menarik, sebab dialah orang yang sudah menyingkirkan Penangsang dalam perebutan takhta Demak.

Sebab bila ditelusuri, bahwasannya sebuah keunikan telah terjadi di akhir keruntuhan Demak. Ketika Sunan Prawoto wafat, Joko Tingkir yang melulu seorang menantu dapat naik takhta melanjutkan kakak iparnya. Karena harusnya yang menjadi Sultan ialah anak cucu Raden Patah. Yang di dalamnya terdapat nama Aryo Penangsang.

Secara hak, Aryo Penangsang lebih tepat menggantikan Sunan Prawoto, sebab dia ialah anak dari Pangeran Sekar Sedo Lepen. Penangsang ialah cucu dari Raden Patah, Sultan kesatu Demak yang sukses mengokohkan kekhalifahan Islam di tanah Jawa.
Namun dengan naiknya Joko Tingkir menjadi raja, Penangsang sang pewaris sah atas takhta Demak juga terpinggirkan. Mengikuti nasib Sunan Kudus, gurunya yang pun pemimpin Dewan Wali, yang sudah lebih dulu terkucilkan dari Kesultanan.

Padahal jauh-jauh hari, Sunan Kudus sebetulnya telah lama menghirup gelagat masuknya Joko Tingkir dalam family Kesultanan Demak, yang menurutnya bukan tanpa alasan.
Pada masa lalu, kakek Joko Tingkir yang mempunyai nama prabu Handayaningrat menampik tunduk pada Demak di masa pemerintahan Raden Patah. Penguasa keraton Pengging tersebut bersekutu dengan Girindrawardhana, penguasa Majapahit guna menghancurkan Demak. Dalam peperangan itu, prabu Handayaningrat yang pun menantu Prabu Kertabumi, terbunuh oleh Sunan Kudus, yang saat tersebut menjabat panglima perang Demak.

Setelah terbunuhnya Handayaningrat, anaknya yang mempunyai nama Kebo Kenongo menjadi penerus takhta Pengging. Namun ia bertolak belakang dengan ayahnya yang enggan masuk Islam. Kebo Kenongo mau masuk Islam. Namun belum lama belajar pada Sunan Bonang, ia tertarik pada doktrin Syekh Siti Jenar. Kebo Kenongo yang sudah menjadi siswa Syekh Siti Jenar tersebut pun mengubah namanya dengan sebutan Ki Ageng Pengging.

Dan Ki Ageng Pengging pun mengekor jejak ayahnya, yang enggan tunduk pada Demak. Bahkan melecehkan musyawarah ulama Waliyyul Amri, yang telah mengaku pemahaman Syekh Siti Jenar sebagai doktrin sesat.

Ki Ageng Pengging menggalang kekuatan 40 siswa Syekh Siti Jenar, guna tetap menyebarkan doktrin manunggaling kawulo gusti. Maka Sunan Giri sebagai pemimpin Waliyyul Amri menjatuhkan hukuman mati padanya. Sunan Kudus yang diberi amanah menjatuhkan hukuman pada sang pemimpin padepokan Pengging itu. Sebuah nasib yang sama laksana gurunya, Syekh Siti Jenar yang pun telah dijatuhi hukuman mati. Dan yang menjadi pelaksananya juga Sunan Kudus juga.

Setelah meninggalnya Ki Ageng Pengging, sang anak yang masih bayi dirawat dan diasuh oleh family Ki Ageng Tingkir. Bayi mempunyai nama Mas Karebet tersebut pun lantas lebih dikenal sebagai Joko Tingkir. Dalam asuhannya, ia tidak sedikit mendapat latihan dari Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang, dan Ki Ageng Banyubiru. Para guru yang juga ialah sahabat Ki Ageng Pengging, sebagai sesama siswa Syekh Siti Jenar. Hingga dijamin bahwa Joko Tingkir diagungkan dalam doktrin manunggaling kawulo gusti.

Setelah remaja, Joko Tingkir masuk Kesultanan Demak, dengan dimulai sebagai prajurit pengawal Sultan. Kemudian naik pangkat menjadi pemimpin prajurit tamtama. Hingga dapat mempersunting putri Sultan Trenggono, dan diserahkan takhta menjadi adipati Pajang.
Kecurigaan Sunan Kudus terbukti, saat Joko Tingkir menjadi adipati Pajang, ia yang adalahbawahan Demak tak melakukan doktrin Islam secara murni. Yang dikembangkannya di Pajang ialah ajaran Syekh Siti Jenar.

Maka bila Joko Tingkir menjadi raja Demak, telah pasti kepandaian Kesultanan Demak pun bakal dibawa laksana kebijakannya di kadipaten Jipang. Kesultanan Demak yang berlandaskan islam bakal terwarnai dengan pemahaman manunggaling kawulo gusti.

Sunan Kudus pun menyokong Aryo Penangsang guna merebut takhta Demak. Pemimpin Waliyyul Amri itu hendak mengembalikan Demak sebagaimana ketika mula mula didirikan. Menjadi penerus amanat suci Sunan Ampel guna mengukuhkan Islam dengan jalur kekuasaan. Di samping dengan jalan edukasi yang sudah ditempuh dengan banyaknya didirikan pesantren oleh semua wali. Seperti pesantren Ampeldenta, pesantren Girikedaton, pesantren Glagahwangi, pesantren Panti Kudus, dan pun pesantren Gunung Jati.

Maka dengan naiknya Joko Tingkir menjadi raja Demak, Sunan Kudus paling khawatir keaslian dakwah Islam di Tanah Jawa bakal semakin terancam. Karena tersebut pula, Aryo Penangsang juga melawan. Ia enggan tunduk pada dominasi Joko Tingkir.
Namun dengan sarat kelicikan, Aryo Penangsang akhirnya sukses dimusnahkan. Dan Sunan Kudus juga semakin tersingkir dan terpinggkirkan. Maka semenjak itu, Demak juga runtuh. Tak terdapat lagi kekhalifahan Islam di tanah Jawa.

Baik, barangkali kerabat akarasa belum mengejar titik temunya pada artikel ini. Kenapa dalam membuka artikel ini saya dengan eksistensi keraton Solo. Korelasinya apa?
Meskipun singkat saya berjuang mengalurkan hipotesa saya ini supaya tidak parsial, semakin dekat dengan obyektifitasnya. Seperti yang anda ketahui, keraton Solo ialah adalah penerus kerajaan Mataram, yang didirikan Panembahan Senopati. Sementara Panembahan Senopati sendiri ialah putra Ki Ageng Pemanahan yang diusung anak oleh Joko Tingkir. Sedangkan Joko Tingkir ialah raja Pajang, sesudah merebut takhta Demak dari tangan Aryo Penangsang.

Jadi, dengan bertelekan runut sejarah yang telah saya narasikan di atas. Kesimpulan saya merupakan, Aryo Penangsang bukanlah pemberontak, ia sebagai pewaris takta Demak yang sah, Aryo Penangsang melulu menuntut hak. Sekali lagi, minta maaf. Ini benang merah pribadi saya.
Alasan powerful yang melandasi hipotesa saya merupakan, bahwa Aryo Penangsang saat berperang melawan Joko Tingkir, bukanlah memberontak pada Demak. Namun ia melulu menuntut hak atas tahhta peninggalan kakeknya. Sebab sebagai cucu Raden Patah, ia merasa lebih pantas menggantikan Sunan Prawoto, daripada Joko Tingkir yang melulu seorang cucu menantu.

Dalam silsilah Kesultanan, Joko Tingkir menjadi family Demak, sebab ia menikahi Ratu Ayu Cempokoningrum. Yakni anak ke empat Sultan Trenggono dari ibu yang adalahputri Sunan Kalijogo. Dengan itulah, ia menjadi cucu menantu Raden Patah. Kita mesti jujur akui, sekitar ini yang sudah beredar berabad-abad lamanya dalam beragam babad, ialah kisah dari kaca mata Joko Tingkir sebagai sang pemenang.

Baik dari literasi maupun obrolan dengan orang yang ngerti sejarah, ada urusan yang unik yang bakal saya ketengahkan disini dan ini ialah pemahaman baru bikin saya pribadi. Bahwa apa yang tertulis dalam Babad Tanah Jawi ialah pasemon. Sesuatu yang sengaja disamarkan karena tersebut menyangkut keburukan Joko Tingkir. Maka, dalam membaca cerita Joko Tingkir, anda janganlah menelan mentah-mentah secara harfiah.

Seperti tentang cerita Joko Tingkir yang meremukkan kepala Dadung Awuk. Jangan dimaknai bahwa Joko Tingkir benar-benar membunuh pemuda Kedupingit tersebut dengan lintingan daun sirih. Juga dengan pembunuhan Kebo Ndanu, yang mengobrak-abik pesanggrahan Prawoto, yang dibunuh dengan rajah tanah merah. Bahkan pun kisah yang terkenal, mengenai Joko Tingkir menaklukan 40 ekor buaya di Kedung Srengenge.
Semua ialah pasemon belaka. Kisah tersebut ditulis begitu hanyalah upaya guna menutupi kebejatan moral dari Joko Tingkir, yang bahwasannya mata keranjang.

Kisah yang berawal dengan terbunuhnya Sultan Trenggono, yang lantas dilanjutkan dengan wafatnya Sunan Prawoto. Kisah yang bermula dari kekosongan takhta Demak, karenta kematian rajanya yang berulang dalam selang masa-masa 4 tahun.
Sebab berawal dari meninggalnya Prawoto, Joko Tingkir yang sudah lama membidik takta Demak mulai bermain siasat. Anak Prawoto yang mempunyai nama Pangiri dinikahkan dengan anak wanita Joko Tingkir. Maka guna naik takhta, ia merasa telah memiliki dua dalil kuat.

Pertama, sebab ia sudah 4 tahun menjadi pendamping Prawoto, yang menjadi penyelenggara pemerintahan Kesultanan. Yang kedua, anak Prawoto masih kecil-kecil, sampai tak pantas menjadi Sultan. Joko Tingkir sebagai mertua punya hak menggantikan tahta sang menantu, yaitu Pangiri yang adalahanak sulung Prawoto.

Dan siasat tersebut berhasil, sebab Sunan Kalijogo pun mengamini usul tersebut. Dan sejak tersebut Kesultanan Demak juga berada dalam cengkeraman tangan Joko Tingkir. Sementara dengan keputusan tersebut, Sunan Kudus semakin merasa Kesultanan Demak berada dalam ancaman.

Karena begitu Joko Tingkir naik takta, Waliyyul Amri benar-benar dibubarkan. Dewan Wali yang didirikan Sunan Giri, sebagai pengontrol Sultan yang adalahulil amri menjadi tiada lagi. Dewan ulama yang sekitar setengah abad menjadi penasehat pemerintahan, supaya jalannya tidak melenceng dari aturan agama, seketika dihapuskan dengan naiknya Joko Tingkir.

Sebagai gantinya, Joko Tingkir yang sudah menjadi Sultan Demak bergelar Sultan Hadiwijaya, lantas mengusung semua penasehat kerajaan, yang adalahsahabat lamanya. Tiga orang yang semenjak muda sudah akrab dengan Joko Tingkir, saat masih menjadi siswa Ki Ageng Selo. Tiga orang yang lantas sama-sama menjadi tamtama di Demak, yang dikenal sebagai Ki Juru Mertani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Penjawi.

Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Pemanahan ialah cucu Ki Ageng Selo, yang sempat kecewa pada Demak sebab pernah ditampik Raden Patah menjadi pasukan pengawal kerajaan. Sementara Ki Penjawi ialah anak Ki Ageng Ngrawa, yang diusung anak oleh Ki Ageng Ngenis, ayah Ki Ageng Pemanahan. Sedangkan Joko Tingkir ialah anak Ki Ageng Pengging, yang dirawat oleh janda Ki Ageng Tingkir. Yang sesudah remaja menjadi siswa Ki Ageng Selo.

Bertemunya cucu-cucu Ki Ageng Selo dan anak Ki Ageng Pengging benar-benar menciptakan Sunan Kudus menyaksikan Demak bakal semakin suram. Kerja semua ulama guna mengislamkan Tanah Jawa semenjak jaman Maulana Malik Ibrahim bakal ternodai dengan dikukuhkannya doktrin Syekh Siti Jenar sebagai landasan pemerintahan.

Aryo Penangsang juga diperintah untuk mengamankan takhta Demak. Namun dalam perebutan tahta itu, Penangsang merasakan kekalahan. Joko Tingkir dengan sarat kelicikan dapat membunuh Penangsang dari belakang.

Sejak tersebut Demak runtuh sebagai suatu kekhalifahan di Tanah Jawa. Pusat pemerintahan juga dipindah dari pesisir unsur utara ke terpencil selatan. Sebuah pemikiran Mas Karebet guna menghidupkan pulang keraton Pengging, istana peninggalan kakeknya, Prabu Handayaningrat, sudah terlaksana. Dan doktrin Syekh Siti Jenar, doktrin peninggalan guru ayahnya, Ki Ageng Pengging juga berkembang dengan luasnya, sebab telah dijadikan sebagai doktrin negara.

Joko Tingkir yang naik takhta menjadi Sultan Demak, meminta Pangeran Karanggayam guna menyebutkan kisahnya. Kisah yang menjadi cikal akan tersusunnya Babad Tanah Jawi. Kitab yang hingga sekarang dirasakan orang sebagai kitab sejarah Tanah Jawa, semenjak Nabi Adam sampai era Kartasura.

Babad Tanah Jawi lah yang telah sukses memutihkan seluruh hitamnya Joko Tingkir. Dan sebagai pihak yang kalah, Aryo Penangsang juga dihitamkan dari sejarah.
Dari susunan panjang itu, maka terdapat simpulan jawaban guna pertanyaanku yang kesatu. Bahwa saya meragukan Aryo Penangsang, yang adalahjagonya Sunan Kudus, demikian jelek perangainya.

Maka bukan tidak mungkin, jeleknya Aryo Penangsang ialah hasil dari politik kampanye hitamnya Joko Tingkir belaka. Bagi menutupi kejelekannya sendiri.

Karena bagaimana pun, babad ialah sebuah pujasastra. Sebuah karya yang dimaksudkan sebagai format legitimasi dari semua penguasa. Ketika Joko Tingkir yang menang, maka Aryo Penangsang lah yang dijelekkan