Gegesik yang terletak di Cirebon, Jawa Barat. Masyarakat di sini pun mempercayai adanya benda pusaka yang konon pun perwujudan dari fauna gaib.
Benda pusaka tersebut dinamai Buyut Gruda dan bakal diarak masing-masing pertengahanbulan Maulud penanggalan Jawa. Berikut cerita tentang Buyut Gruda dan tradisi-tradisi menarik yang dilaksanakan oleh masyarakat Gegesik.
Asal-Usul Buyut Gruda di Gegesik
Ada dua versi tentang asal-usul Buyut Gruda yang diwujudkan laksana alat panggulan dengan unsur depan terdapat kepala garuda dengan tanduk dan ludah laksana naga. Di samping itu, benda pusaka ini pun mempunyai sayap dan dicerminkan didampingi oleh dua naga kecil yang terdapat di kiri dan pun kanan.
Asal-Usul Buyut Gruda di Gegesik
Berdasarkan keterangan dari cerita, benda yang diukir dengan ada bagian Tiongkoknya ini berasal dari bongkahan kayu ajaib yang menancap di sungai. Semua penduduk yang datang guna mencabutnya merasa kesulitan sampai ada seorang sakti mempunyai nama Ki Salam dapat mencabutnya dengan mudah.
Setelah dicabut, kayu ajaib tersebut langsung diukir dan dijadikan perangkat tandu yang dapat digunakan oleh keturunan dari Ki Salam.
Hewan Gaib dan Kepercayaan Masyarakat
Seiring dengan berjalannya waktu, benda pusaka ini mulai dipercayai oleh tidak sedikit orang sebagai perwujudan dari fauna gaib. Makhluk yang tergambar degan jelas pada ukiran itu ialah Gruda.
Makhluk gabungan Garuda dan Naga itu diandalkan kerap datang ke sawah dan mencari fauna kecil laksana keong guna di mana.
Saking percayanya warga lokal dengan Buyut Gruda, ulama setempat hingga mengingatkan. Benda yang dirasakan sakral tersebut sejatinya melulu benda mati saja. Masyarakat boleh tetap mengaraknya keliling Gegesik asalnya guna memamerkan karya seninya. Bukan sebab percaya pada makhluk gaib yang malah mengantarkan mereka pada syirik.
Mauludan di Gegesik yang Menakjubkan
Saat perayaan Maulud Nabi Muhammad, Buyut Gruda seringkali dipajang di teras balai desa Gegesik Lor.
Setelah dipajang, seringkali benda yang dirasakan sakral ini kemudian dipanggul oleh sejumlah orang guna mengitari desa mulai dari belahan utara, timur, selatan, dan barat. Benda yang paling sakral tersebut dipamerkan ke tidak sedikit orang khususnya wisatawan yang penasaran dengan wujud pribumi dari Buyut Gruda.
Di samping memamerkan Buyut Gruda ayang dicat dengan warna gelap. Acara parade ini juga dipenuhi dengan pawai memakai kendaraan yang dihias dengan tema-tema tertentu. Warga di sejumlah desa akan berjuang membuat kendaraan andalannya supaya terlihat mana yang sangat kreatif sesudah jadi dan diarak di sepanjang jalan.
Seni dan Budaya yang Harus Dilindungi
Bagi masyarakat yang telah tua atau dewasa, Buyut Gruda ialah benda yang mesti dikenal dan dilestarikan. Meski melulu berbentuk tandu, Buyut Gruda mempunyai nilai historis dan pun estetika yang tinggi.
Terlebih benda ini sudah berusia ratusan tahun hingga diandalkan mempunyai roh dan menjadi fauna gaib yang suka sekali bermain di sawah.
Adanya kirab atau pawai satu tahun sekali di Gegesik diinginkan mampu menjembatani generasi muda guna mau mengawal identitasnya. Kalau generasi muda bukan lagi peduli dengan Buyut Gruda, bukan tidak barangkali benda sakral ini dan tradisi yang mengikutinya bakal lenyap begitu saja.
Demikian sekilas ulasan mengenai Buyut Gruda yang terdapat di Gegesik, Cirebon. Semoga dapat menambah referensi anda akan ragam kebiasaan dan tradisi yang terdapat di Indonesia tidak banyak demi sedikit.
Benda pusaka tersebut dinamai Buyut Gruda dan bakal diarak masing-masing pertengahanbulan Maulud penanggalan Jawa. Berikut cerita tentang Buyut Gruda dan tradisi-tradisi menarik yang dilaksanakan oleh masyarakat Gegesik.
Asal-Usul Buyut Gruda di Gegesik
Ada dua versi tentang asal-usul Buyut Gruda yang diwujudkan laksana alat panggulan dengan unsur depan terdapat kepala garuda dengan tanduk dan ludah laksana naga. Di samping itu, benda pusaka ini pun mempunyai sayap dan dicerminkan didampingi oleh dua naga kecil yang terdapat di kiri dan pun kanan.
Asal-Usul Buyut Gruda di Gegesik
Berdasarkan keterangan dari cerita, benda yang diukir dengan ada bagian Tiongkoknya ini berasal dari bongkahan kayu ajaib yang menancap di sungai. Semua penduduk yang datang guna mencabutnya merasa kesulitan sampai ada seorang sakti mempunyai nama Ki Salam dapat mencabutnya dengan mudah.
Setelah dicabut, kayu ajaib tersebut langsung diukir dan dijadikan perangkat tandu yang dapat digunakan oleh keturunan dari Ki Salam.
Hewan Gaib dan Kepercayaan Masyarakat
Seiring dengan berjalannya waktu, benda pusaka ini mulai dipercayai oleh tidak sedikit orang sebagai perwujudan dari fauna gaib. Makhluk yang tergambar degan jelas pada ukiran itu ialah Gruda.
Makhluk gabungan Garuda dan Naga itu diandalkan kerap datang ke sawah dan mencari fauna kecil laksana keong guna di mana.
Saking percayanya warga lokal dengan Buyut Gruda, ulama setempat hingga mengingatkan. Benda yang dirasakan sakral tersebut sejatinya melulu benda mati saja. Masyarakat boleh tetap mengaraknya keliling Gegesik asalnya guna memamerkan karya seninya. Bukan sebab percaya pada makhluk gaib yang malah mengantarkan mereka pada syirik.
Mauludan di Gegesik yang Menakjubkan
Saat perayaan Maulud Nabi Muhammad, Buyut Gruda seringkali dipajang di teras balai desa Gegesik Lor.
Setelah dipajang, seringkali benda yang dirasakan sakral ini kemudian dipanggul oleh sejumlah orang guna mengitari desa mulai dari belahan utara, timur, selatan, dan barat. Benda yang paling sakral tersebut dipamerkan ke tidak sedikit orang khususnya wisatawan yang penasaran dengan wujud pribumi dari Buyut Gruda.
Di samping memamerkan Buyut Gruda ayang dicat dengan warna gelap. Acara parade ini juga dipenuhi dengan pawai memakai kendaraan yang dihias dengan tema-tema tertentu. Warga di sejumlah desa akan berjuang membuat kendaraan andalannya supaya terlihat mana yang sangat kreatif sesudah jadi dan diarak di sepanjang jalan.
Seni dan Budaya yang Harus Dilindungi
Bagi masyarakat yang telah tua atau dewasa, Buyut Gruda ialah benda yang mesti dikenal dan dilestarikan. Meski melulu berbentuk tandu, Buyut Gruda mempunyai nilai historis dan pun estetika yang tinggi.
Terlebih benda ini sudah berusia ratusan tahun hingga diandalkan mempunyai roh dan menjadi fauna gaib yang suka sekali bermain di sawah.
Adanya kirab atau pawai satu tahun sekali di Gegesik diinginkan mampu menjembatani generasi muda guna mau mengawal identitasnya. Kalau generasi muda bukan lagi peduli dengan Buyut Gruda, bukan tidak barangkali benda sakral ini dan tradisi yang mengikutinya bakal lenyap begitu saja.
Demikian sekilas ulasan mengenai Buyut Gruda yang terdapat di Gegesik, Cirebon. Semoga dapat menambah referensi anda akan ragam kebiasaan dan tradisi yang terdapat di Indonesia tidak banyak demi sedikit.