Mitos Bekantan, Monyet ‘Hidung Mancung’ Kalimantan yang Disebut Sebagai Jelmaan Belanda

Kalau anda mengunjungi Kalimantan Selatan, Pulau Kambang ialah destinasi yang jangan dilewatkan, sebab selain menarik pulau ini menyimpan mitos tersendiri mengenai monyet ‘hidung mancung’ yang menjadi penghuni tetap di sana. Bekantan, monyet dengan warna oranye kecokelatan, hidung mancung, serta perut yang besar ini disebut penduduk setempat sebagai Kera Belanda, sebab konon dulunya pulau yang dihuni Bekantan ini ialah perwujudan dari kapal kepunyaan penjajah yang ditenggelamkan.

Walaupun legenda ini melulu terdengar dari mulut ke mulut, tapi penduduk Kalimantan, terutama yang berada di distrik kabupaten Barito Kuala, Pulau Kambang memang punya pesona tersendiri, yang tidak dipunyai oleh wisata lain. Mengenai menyeluruh asal awal Pulau Kambang dan Bekantan ini terangkum dalam uraian berikut.


Asal awal Pulau Kambang dan Kera Belanda
Mitos yang berkembang di masyarakat Kalimantan Selatan semenjak zaman dulu ialah Bekantan adalahperwujudan dari orang Belanda. Ketika semua serdadu Belanda hendak menyerang kerajaan yang ketika tersebut dipimpin oleh Datu Pujung, mereka membelah sungai Martapura dengan kapal dan perlengkapan perang. Tentu urusan tersebut dicegat oleh semua pejuang Banjar, tetapi kurangnya senjata menciptakan Banjar nyaris dikuasai.



Tak kehabisan akal, semua pejuang berdoa supaya mereka diberi pertolongan, dan doa itu terkabul sebab kapal perang Belanda dibenamkan beserta semua tentaranya. Tak lama sesudah kapal itu karam, muncullah pulau yang diisi pepohonan. Tanpa terdapat yang mnegetahui awalnya, pulau ini ternyata dihuni oleh kera yang unik, sebab mempunyai hidung mancung, muka besar (seperti muka orang Belanda), dan berbulu pirang. Berdasar pada mitos tersebutlah, masyarakat menamai Bekantan dengan ‘Kera Belanda’.

Pulau lokasi meminta diwujudkan nazarnya
Kemunculan pulau secara tiba-tiba serta monyet yang dirasakan sebagai jelmaan menciptakan warga setempat memperlakukan istimewa pulau ini. Pulau yang bersebelahan dengan pasar apung ini tidak jarang dikunjungi dan dipercaya dapat mewujudkan nazar untuk yang melafalkan permintaan mereka.

Ada tidak sedikit pengunjung yang datang dengan maksud lebih dari sebatas berwisata, tetapi pun membawa sesajen berupa pisang, telor, nasi ketan yang disertai dengan mayang pinang dan kembang-kembang. Sesajen ini nantinya diserahkan kepada semua monyet ‘penghuni’ pulau.
Kera keramat yang dipuja orang Tionghoa
Di samping mitos mengenai kapal Belanda yang tenggelam, masyarakat Tionghoa punya kisah tersendiri sehubungan dengan pulau ini. Dalam etnis Tionghoa, mereka meyakini bahwa kapal yang dibenamkan oleh Datu Pujung ialah milik nenek moyang mereka, maka selain semua pelancong, Pulau Kambang ini pun ramai pengunjung dari etnis Tionghoa. Bahkan, untuk memuliakan para leluhur, mereka sengaja membina dua arca berwujud kera putih di dalam area hutan yang dilengkapi dengan tempat membubuhkan sesajen.


Di samping itu, kera-kera ini jangan dibawa terbit pulau, sebab takut bakal ‘kualat’. Pernyataan itu dikaitkan dengan kejadian terdahulu, dimana terdapat yang pernah membawa kera tersebut terbit pulau dan kera-nya langsung mati.
Penelitian yang belum terpecahkan
Berdasarkan pengakuan CEO WWF (World Wide Fund for Nature) Dr Efransjah sepakat bahwa Bekantan adalahsatwa yang masih berisi tidak sedikit misteri yang belum dapat dipecahkan oleh semua peneliti. Bukan melulu karena hidung ‘kera Belanda’ ini yang mancung dan dapat mengeluarkan sekian banyak  bunyi serta perutnya yang besar saja, mutu berat badan yang menjangkau 30 Kg seharusnya menciptakan primata ini tidak melompat dari dahan ke dahan dengan mudah.

Ditambah habitat Bekantan yang sedang di hutan berawa-rawa gelam yang adalahkawasan tidak sedikit nyamuk malaria, namun fauna besar ini dapat bertahan dan tidak terpapar serangan. Dr Efransjah bercita-cita bahwa pakar segera mengerjakan penelitian berhubungan kera yang hidup di daratan Kalimantan ini.

Ya, walaupun ada sejumlah versi mitos mengenai Bekantan yang diandalkan  oleh masyarakat, Bekantan tetaplah satwa endemik Indonesia yang sudah nyaris punah. Hal itu jelas-jelas tersaji dalam kitab yang adalahhasil riset berjudul ‘Bekantan: Perjuangan Melawan Kepunahan’. Dengan itu, marilah anda sama-sama mengawal semua kekayaan alam yang terdapat di Indonesia, termasuk seluruh jenis satwa langka laksana Bekantan.