LINGKAR DENDAM RATU KALINYAMAT

Retna Kencana adalahputri dari Sultan Trenggana, raja Demak yang memerintah semenjak 1521-1546. Pada ketika ia masih remaja, ayahnya menikahkan Retna Kencana dengan Pangeran Kalinyamat yang oleh masyarakat Jepara dipanggil dengan nama Win-tang.

Setelah menikahi Retna Kencana, putri raja Demak maka Pangeran Kalinyamat juga menjadi anggota family Kesultanan Demak dan mendapat gelar Pangeran Hadiri. Nama Retna Kencana pun lantas dikenal sebagai Ratu Kalinyamat. Mereka juga memerintah bareng di Jepara. Sementara Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, konon ia pulalah yang sudah mengajarkan seni ukir pada warga Jepara.

Akibat kematian kakaknya yang adalah pewaris takhta kerajaan Demak menciptakan Ratu Kalinyamat tercebur dalam intrik politik di kerajaan Islam kesatu di Jawa ini. Setelah kematian Sultan Trenggana, maka Sunan Prawata, kakak Ratu Kalinyamat naik takhta menjadi raja ke-4 Demak. Namun belum lama ia memerintah, pada tahun 1549 ia tewas dibunuh oleh duta Raya Penangsang, bupati Jipang yang sebetulnya adalah sepupunya sendiri. Ratu Kalinyamat mengejar keris Kyai Betok kepunyaan Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Hal ini membawa Pangeran dan Ratu Kalinyamat mendatangi Sunan Kudus guna meminta keterangan atas kematian kakaknya.

Namun Sunan Kudus yang pernah menjabat sebagai panglima perang guna Kesultanan Demak ini menyerahkan penjelasan yang menyakitkan untuk Ratu Kalinyamat. Seperti yang sudah diketahui oleh umum, Sunan Kudus adalahguru dari Arya Penangsang dan pada masa pemerintahan Sunan Prawoto ia menjadi penasehat Arya Penangsang dan menjadi penyokong Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal Sultan Trenggana pada tahun 1546. Saat Ratu Kalinyamat menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus justeru mengatakan bahwa apa yang dirasakan oleh Sunan Prawoto, kakak Ratu Kalinyamat ialah balasan yang setimpal sebab ia semasa mudanya pernah membunuh Pangeran Sekar Seda yang adalahayah Arya Penangsang.

Tentu saja pengakuan Sunan Kudus ini menyakitkan hati Ratu Kalinyamat. Ia dan suaminya akhirnya menyimpulkan kembali ke Jepara. Namun di tengah jalan mereka dikeroyok oleh anak buah Arya Penangsang sampai menyebabkan Pangeran Kalinyamat tewas. Ratu Kalinyamat kemudian meneruskan perjalanan sambil membawa jenazah suaminya hingga pada suatu sungai. Konon menurut kisah darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai tersebut berwarna ungu sehingga wilayah tersebut juga lalu dikenal dengan nama Kaliwungu.

Ratu Kalinyamat sendiri sukses meloloskan diri dari serangan anak buah Arya Penangsang tetapi kematian kakak dan suaminya menciptakan dendamnya pada Arya Penangsang juga jadi berlipat ganda sampai membuatnya bertapa telanjang di Gunung Danaraja dan bersumpah tidak bakal berpakaian sebelum berkeset kepala Arya Penangsang.

 Namun kabarnya melulu Hadiwijaya atau Jaka Tingkir saja yang mempunyai kesaktian yang setara dengan Arya Penangsang. Maka Ratu Kalinyamat juga menggantungkan harapannya pada adik iparnya ini guna membalaskan dendamnya. Tapi Hadiwijaya yang adalahbupati Pajang ini merasa segan menghadapi Arya Penangsang secara langsung sebab mereka sama-sama anggota family Kesultanan Demak. Ia lalu menyelenggarakan sayembara dan menjanjikan tanah Mataram dan Pati sebagai hadiah untuk siapapun yang sukses membunuh Arya Penangsang. Sayembara tersebut dimenangi oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi.

Kisah kematian Arya Penangsang sendiri paling tragis. Ia tewas di tangan Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan berkat siasat cerdik Ki Juru Martani, putra Ki Ageng Saba atau Ki Ageng Madepandan yang adalahputra dari Sunan Kidul, putra Sunan Giri, anggota walisanga, pendiri Giri Kedaton. Sementara ibu Ki Juru Martani ialah putri Ki Ageng Sela yang masih adalahketurunan Brawijaya, raja terakhir Majapahit (menurut keterangan dari versi Babad).

Ki Juru Martani sendiri adalahorang yang paling cerdik dan pandai dalam menata siasat. Ketika Hadiwijaya menyelenggarakan sayembara guna membunuh Arya Penangsang, ia juga meyakinkan Ki Penjawi dan Ki Ageng Pemanahan untuk mengekor sayembara tersebut namun semenjak semula ia telah menata strategi dengan menanam Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan guna membunuh Arya Penangsang.

 Karena Sutawijaya adalahanak angkat Hadiwijaya maka ia juga tak tega pada putra angkatnya ini dan menyerahkan pasukan Pajang untuk menjaga Sutawijaya sedangkan pasukan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi yang terdiri atas campuran orang Pajang dan Sela berangkat dan menantikan di sebelah barat Sungai Bengawan Solo tapi sebab sungai tersebut sudah dimantrai Sunan Kudus maka Ki Juru Martani tidak mengizinkan mereka menyebrang sungai tersebut. Lalu bagaimana metodenya membuat Arya Penangsang terbit menghadapi mereka. Ki Juru Martani juga menjalankan siasat cerdiknya.

 Ia menciduk tukang kuda Arya Penangsang yang tengah menggali rumput dan mencukur telinga orang tersebut lalu menempelinya dengan surat kendala atas nama Hadiwijaya sebab ia tahu Arya Penangsang melulu mau meladeni kendala dari Hadiwijaya yang kesaktiannya dinilai setara dengannya.

Benar saja. Demi menyaksikan surat kendala atas nama Hadiwijaya itu, Arya Penangsang juga langsung terbit menghadapi kendala itu. Namun sebab ia imgat pesan gurunya, Sunan Kudus guna tak menyebrangi Sungai Bengawan Sore maka ia pun melulu berteriak-teriak memanggil nama Hadiwijaya dari seberang sungai.

 Ki Juru Martani juga melancarkan siasat cerdiknya yang beda untuk menciptakan Arya Penangsang menyebrangi sungai maka ia pun menyuruh Sutawijaya mengemudikan kuda betina yang sudah dicukur ekornya akibatnya kuda jantan yang dinaiki oleh Arya Penangsang pun dapat melihat langsung perangkat vital kuda betina yang ditunggangi Sutawijaya. Kuda jantan Arya Penangsang yang diberi nama Gagak Rimang ini juga menjadi binal dan tidak terkendali sehingga membawa Arya Penangsang menyebrangi sungai memburu kuda betina kepunyaan Sutawijaya.

Ketika Arya Penangsang baru saja menjangkau tepi barat, Sutawijaya langsung menusuk perut Arya Penangsang dengan memakai tombak pusaka Kyai Plered. Perut Arya Penangsang robek dan ususnya terburai. Namun rupanya ia masih dapat bertahan. Ususnya tersebut disampirkan pada pangkal keris pusakanya. Arya Penangsang yang telah terluka parah ini bahkan masih dapat menaklukkan musuhnya.

Meski dalam suasana sedemikian parahnya, tetapi Arya Penangsang ini masih dapat mencekik Sutawijaya sampai membuatnya tak berdaya. Menyadari Sutawijaya masih bukan adalahtandingan kesaktian Arya Penangsang maka Ki Juru Martani juga dengan cerdiknya menggiring Arya Penangsang mendatangi ajalnya dampak kearoganannya.

Melihat Sutawijaya telah kepayahan dan nyaris saja tewas di tangan Arya Penangsang maka Ki Juru Martani juga meneriaki Arya Penangsang supaya bertarung secara adil. Karena Sutawijaya menusuk perutnya dengan tombak pusaka maka Ki Juru Martani juga meminta Arya Penangsang membunuh Sutawijaya dengan keris pusakanya.

Tanpa pikir panjang Arya Penangsang pun mengamini usul Ki Juru Martani ini dan langsung menarik keluar keris pusaka Kyai Setan Kober yang terselip di pinggangnya, tak ingat bahwa ususnya yang terburai tersampir di keris pusaka tersebut akibatnya ketika ia unik keris pusakanya maka ususnya yang tersampir di pangkal keris pusaka tersebut terpotong sampai-sampai Arya Penangsang pun mendatangi ajalnya.

Namun Ki Juru Martani yang cerdik ini lalu merangkai laporan palsu bahwa Arya Penangsang tewas dikeroyok oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi karena bilamana Hadiwijaya tahu bila pembunuh sebenarnya ialah Sutawijaya pasti ia bakal lupa memberi hadiah tanah Mataram dan Pati laksana janjinya sebab Sutawijaya ialah anak angkat Hadiwijaya.

Setelah Arya Penangsang tewas maka dendam Ratu Kalinyamat atas kematian suami dan kakaknya juga terbalaskan.