SEJARAH GUNUNG KAWI,KONON DIPERCAYA UNTUK NGALAP BERKAH KEKAYAAN

Sejarah Babat Alas Gunung Kawi
Bermula dari penasehat Pangeran Diponegoro yang mempunyai nama Kanjeng Zakaria II alias Eyang Soedjogo yang melipir ke wilayah selatan Jawa Timur dan menciptakan pedepokan. 

Setelah sekian lama, beliau mengusung dua orang siswa yang mempunyai nama RM Jonet dan Ki Moeridun guna membuka distrik hutan sebelah unsur selatan Gunung Kawi. 

Mereka berdua berduyun-duyun bersama dengan Mbah Wonosari membawa dua pusaka Kudi Caluk dan Kudi Pecok yang kesudahannya menjadi wilayah Gunung Kawi laksana yang anda lihat sekarang.


Gunung Kawi
Tempat baru itu menjadi tempat evakuasi dan tidak sedikit orang yang hadir untuk tinggal di sana dibuka dari warga lokal suku Jawa, luar Jawa, etnis Tionghoa bahkan hingga mancanegara. Hal berikut yang menciptakan kebudayaan di wilayah ini menjadi menarik dan terkesan nyentrik. 

Adanya perpaduan kebiasaan dan suku menjadikan wilayah ini familiar dengan sebutan Klenik Jawa-China.

Mitos Pohon Dewandaru dan Air Janjam
Babat alas yang sudah selesai digarap membuat Eyang Soedjogo datang dan menetap di lokasi Gunung Kawi. 

Tetapi tepat di malam Senin Pahing, 22 Januari 1871 beliau meninggal dunia dan urusan itulah yang membuat tidak sedikit peziarah datang untuk berangjangsana ke makam Eyang Soedjogo. Mereka lebih suka datang pada malam Senin Pahing yang bertepatan dengan wafatnya beliau.


Pohon Dewandaru

Semasa hidup beliau pernah menempatkan sebuah pohon yang “katanya”adalah tongkatnya. Pohon tersebut disebut pohon Dewandaru atau pohon Kesabaran. Dipercaya bahwa ranting, buah dan daunnya dapat menjadi jimat untuk orang yang dapat mendapatkannya. Pohon ini dipercayai sebagai perlambang kedamaian dan keamanan wilayah Gunung Kawi.

Selain tersebut ada kisah tentang Air Janjam yang airnya diletakkan di suatu kendi kuno peninggalan Eyang Soedjogo yang dapat menyembuhkan penyakit. Kira-kira benarkah? Mau nyoba membuktikan?

Ritual Spiritual Yang Kental Melekat Untuk Warganya

Tak melulu tempat yang berisi tidak sedikit kemistisan tetapi pekerjaan dan ritualnya pun tak kalah sakralnya. Ada sejumlah kegiatan yang menggambarkan peringatan ritual keagamaan dan kebudayaan dibuka dari syukuran, gebyar satu Syuro, ngalap berkah di Kelenteng dan pekerjaan kirab-kirab lainnya.


Gebyar satu Syuro
Seperti malam satu suro kemarin, lokasi Gunung Kawi dimeriahkan dengan pengunjung yang berjubel untuk menyaksikan dan mengemban gebyar Syuro. Tumpeng-tumpeng perayaan dan pembakaran sangkala dilakukan dengan iringan lagu tradisional Jawa, China dan Islam.

Bentoel Group yang Tak Jadi Bangkrut
Ternyata kemujuran dari ngalap berkah pun pernah dialami oleh empunya bisnis cerutu yang mempunyai nama Ong Hok Liong di tahun 1950-an. Bisnis rokoknya merasakan kemerosotan dan nyaris bangkrut kala itu. Lalu ia menyimpulkan untuk berziarah ke wilayah Gunung Kawi dan “katanya”malam harinya ia memiliki mimpi melihat buah bentul.


Bentoel Group 

Ia juga tergegas guna menanyakan perihal mimpinya untuk juru kunci yang menuliskan bahwa ia mesti mengubah merk rokoknya menjadi Bentoel yang lantas Hok Liong melakukannya pada tahun 1954. Hingga kini, cerutu Bentoel Group masih bertahan dan terus berkembang hingga sejumlah dekade sesudah kejadian itu.

Hotel Penginapan Dan Warung Kuliner Sudah Ada
Gunung Kawi yang letaknya ke arah barat dari Kepanjen ini sebetulnya ada ketimpangan sosial, dimana lokasi wisata pesarean Gunung Kawi dan desa-desa yang terdapat di dekatnya, situasi ekonominya berbeda.

 Jelas sekali perbedaan yang terlihat sebab di lokasi wisata spiritual ini ada hotel dan penginapan yang disediakan untuk para pengunjung yang hendak bermalam, sementara di desa-desa dekat pesarean mulai dari Bumirejo, Wonasari, Kampung Baru, Sumbergelang masih paling sepi. Kumpulan penginapan yang terdapat di lokasi ini terdapat 16 yang didalamnya ada resort, hotel dan penginapan biasa dengan harga 50 ribu hingga 500 ribu per malam.


Hotel di Gunung Kawi
Di samping penginapan pun ada warug kuliner yang meluangkan makanan-makanan dan oleh-oleh khas Gunung Kawi laksana ubi ungu kukus, jagung kukus, tebu, ronde dan sarang tawon yang sering ditelusuri oleh pengunjung dan peziarah di pesarean Gunung Kawi. 

Tetapi mirisnya, tingkat edukasi di sana masih paling rendah, situasi sosial dan ekonomi masih paling dipertanyakan. Banyak anak-anak setingkat SLTP yang berseliweran di jalan-jalan, mereka tidak bersekolah dan belum terdapat kesadaran yang baik guna mengenyam edukasi yang tinggi.

Pengemis Memanfaatkan Peluang Karena Peziarah yang Banyak Berdatangan

Tak melulu warga desanya yang tidak cukup memperhatikan pendidikan, ternyata pemandangan tidak cukup sedap pun ada di wilayah pesarean Gunung Kawi. 

Banyak peminta-minta yang berkeliaran guna meminta-minta untuk pengunjung yang datang. Pengemis itu jumlah ratusan dari orang tua sampai anak-anak yang bertebaran di seluruh area pesarean Gunung Kawi.


Kemungkinan itu ialah mata pencaharian mereka, tetapi sangat disayangkan sebab pengemis yang masih berusia belia tersebut pun ikut meminta-minta. Usia mereka ialah usia-usia emas guna belajar, bermain dan merasakan bangku sekolah supaya masa depan mereka juga lebih terang dan memiliki khayalan yang tinggi.

Begitulah 6 fakta wilayah Gunung Kawi yang familiar dengan ritual pesugihannya sampai buat kaya tujuh turunan. Tak melulu itu, berangjangsana disana pun memberikan tidak sedikit pengetahuan untuk kita. Pengetahuan sejarah, toleransi, adat budaya, tradisi sekian banyak  etnis menciptakan 
perpaduan indah di anggap mata. 

Kamu yang belum kesana, mesti datang biar anda tak lupa bakal kebudayaan yang dipunyai oleh penduduk timur terutama yang menjunjung tinggi adat ketimuran