MITOS 5 BARANG PENINGGALAN SUNAN MURIA

Walisongo merupakan tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Mereka tersebar di seluruh bagian Pulau Jawa.

 Sunan Muria atau yang memiliki nama asli Umar Said merupakan salah satu dari bagian Walisongo yang menyebarkan Islam di Jawa Tengah.

Konon, Sunan Muria meninggalkan beberapa peninggalan yang dianggap keramat. Bila berziarah ke Sunan Muria, pasti Anda menemukan barang-barang antik yang dijual di sekitar pemakaman. Pada umumnya, barang antik tersebut terbuat dari kayu. 


1. Bulusan dan Kayu Adem Ati

Pada masa Sunan Muria masih hidup, ada seekor bulus atau kura-kura kecil yang dipercaya sebagai jelmaan manusia. Selain itu, terdapat juga pohon yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat, yaitu kayu adem ati. Konon, pohon ini dan bulus ini sempat menghilang dan kemudian kembali lagi pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.

2. Pohon Jati Keramat Masin

Pohon jati keramat masin, konon, berusia ratusan tahun sejak Sunan Muria hidup hingga saat ini. Hingga saat ini, pohon tersebut tidak ada yang berani menebangnya. Bila ditebang, orang yang menebangnya pasti terkena sial, percaya atau tidak. Masyarakat setempat meyakini bahwa pohon jati tersebut memiliki ruh yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun.

3. Pari Joto

Konon, Pari Joto adalah representasi dari dua buah yang disebutkan dalam Alquran dan hadis, yaitu madu lebah (an-nahl) dan jintan hitam (habbatussauda). Biasanya, Pari Joto dikonsumsi oleh ibu hamil agar dapat mencukupi gizi janin.

4. Pakis Haji

Pakis Haji atau yang dikenal dengan sikas (cycas) merupakan salah satu nama tumbuhan. Konon, Pakis Haji ini dapat digunakan untuk mengusir hama perusak padi.

5. Situs Air Gentong Keramat

Situs air gentong ini berada di dekat pemakaman Sunan Muria. Biasanya, setelah para pengunjung telah selesai berziarah, kuncen menawarkan para pengunjung untuk membawa air tersebut. Konon, air tersebut dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit.


Terlepas dari ke lima mitos benda-benda di atas tersebut, yang perlu ditekankan adalah bahwa manusia sebagai khalifah di bumi seharusnya dapat melestarikan kekayaan sumber alam yang kita miliki, bukan malah merusaknya. Saat ini, banyak bencana menimpa kita karena keserakahan manusia itu sendiri yang tidak dapat menjaga ekosistem alam di sekitar kita.