Tahun 1948, terjadi pemberontakan PKI di Madiun. Proklamasi Negara Republik Soviet Indonesia itu, dalam dua pekan berhasil digulung oleh kekuatan TNI. Sepanjang dua pekan, gerombolan pemberontak melakukan aksi keji, dengan korban yang cukup banyak, termasuk para ulama setempat. Hanya dengan menggeleng ketika diajak untuk mendukung pemberontak, sudah cukup untuk membuat senapan menyalak dan sang korban terkapar.
Sayangnya, ketika pasukan TNI berhasil menguasai Madiun, Munawar Musso, sang gembong sudah melarikan diri. Ia dan beberapa pengikutnya menyamar sebagai rakyat biasa. Di tengah pelarian, mereka sempat diperiksa. Saat para pemeriksa lengah, justru para pelarian ini melakukan aksi nekat melakukan perebutan senjata sekaligus menghabisinya. Para pelarian pun mendapatkan kendaraan untuk kabur.
Pelarian Musso berakhir di Ponorogo. Lokasi persembunyainnya dikepung dan ia berhasil ditangkap. Karena geram, sejumlah tentara menghujaninya dengan peluru. Mental. Tidak ada satu pun peluru yang berhasil melukai Musso. 'Ayo entekno pelurumu!' tantang gembong PKI alumni Uni Soviet itu. Walau tak mempan peluru, Musso tidak bisa melarikan diri.
Kabar itu sampai ke telinga Letnan Sumadi, yang juga tengah bertugas di Ponorogo. Ia pun datang ke lokasi tempat Musso tertangkap. Dengan senjata bawaannya, ia menembak Musso. Kali ini, peluru berhasil merobek kulitnya. Musso pun terkapar bersimbah darah, dan akhirnya tewas di tempat.
Jenazah Musso sempat dibawa ke rumah sakit setempat dengan menggunakan delman. Jenazahnya digeletakkan saja di lantai delman. Usai diidentifikasi, jenazah Musso dibawa ke alun-alun, lalu dibakar. Abunya dibiarkan saja berserakan di sana.
Sumber artikel :
facebook.com/pozone/posts/10153602199055729
arsipindonesia.com/hikayat-nusantara/orde-baru/hari-hari-merah/
Sayangnya, ketika pasukan TNI berhasil menguasai Madiun, Munawar Musso, sang gembong sudah melarikan diri. Ia dan beberapa pengikutnya menyamar sebagai rakyat biasa. Di tengah pelarian, mereka sempat diperiksa. Saat para pemeriksa lengah, justru para pelarian ini melakukan aksi nekat melakukan perebutan senjata sekaligus menghabisinya. Para pelarian pun mendapatkan kendaraan untuk kabur.
Pelarian Musso berakhir di Ponorogo. Lokasi persembunyainnya dikepung dan ia berhasil ditangkap. Karena geram, sejumlah tentara menghujaninya dengan peluru. Mental. Tidak ada satu pun peluru yang berhasil melukai Musso. 'Ayo entekno pelurumu!' tantang gembong PKI alumni Uni Soviet itu. Walau tak mempan peluru, Musso tidak bisa melarikan diri.
Kabar itu sampai ke telinga Letnan Sumadi, yang juga tengah bertugas di Ponorogo. Ia pun datang ke lokasi tempat Musso tertangkap. Dengan senjata bawaannya, ia menembak Musso. Kali ini, peluru berhasil merobek kulitnya. Musso pun terkapar bersimbah darah, dan akhirnya tewas di tempat.
Jenazah Musso sempat dibawa ke rumah sakit setempat dengan menggunakan delman. Jenazahnya digeletakkan saja di lantai delman. Usai diidentifikasi, jenazah Musso dibawa ke alun-alun, lalu dibakar. Abunya dibiarkan saja berserakan di sana.
Sumber artikel :
facebook.com/pozone/posts/10153602199055729
arsipindonesia.com/hikayat-nusantara/orde-baru/hari-hari-merah/