Dalam versi babad, sejarah Pati beriring-erat dengan Mataram Islam (abad XVII) bahkan bermunculan dari rahim yang sama ---ada yang menuliskan beririsan pula dengan masa Majapahit (1293 sampai 1500 M)---, karenanya Pati-Mataram Islam (Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningkrat, sekarang) menorehkan daftar persaudaraan yang hangat, kerjasama politik-ekonomi-militer yang bermakna dan ironisnya diselesaikan dengan perang saudara yang memilukan.
Sejarah dominasi Pati dibuka dari saat Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya sebagai kelanjutan dari Kerajaan Demak Bintara menghadapi tuntutan hak Harya Penangsang (Jipang) yang merasa sangat legal sebagai pewaris tahta eks Kerajaan Demak itu, walau dalam kenyataannya diskursus hak ini debateble. Sultan Hadi Widjoyo bermaksud mempertahankannya dan terjadilah perang. Bagi memadamkan “pemberontakan” ini Sultan Hadiwijaya medeklarasikan sayembara bahwa siapa yang dapat membunuh Harya Penangsang bakal diberi hadiah.
Dan, majulah semua tamtama Pajang yang berasal dari Selo Grobogan, yaitu Kyai Penjawi dan Kyai Pemanahan serta Ki Juru Martani sebagai pengatur strategi dengan memakai seorang bocah Danang Sutawijaya sebagai eksekutornya. Atas keberhasilan tersebut mereka berdua diberi hadiah alas (hutan) mentaok (mataram) dan bumi Pati. Pemanahan memilih alas mentaok plus harta kekayaan dari nadzar Ratu Kalinyamat sebab terbalasnya kematian suaminya oleh Harya Penangsang dan direalisir menjadi Kadipaten Mataram di bawah Kerajaan Pajang.
Sementara itu, Penjawi menemukan bumi Pati yang saat tersebut sudah adalahkota dengan jumlah warga 10.000 jiwa, menjadi Kadipaten Pati pun di bawah Kerajaan Pajang. Sebagai catatan: oleh sebab dari rahim kelahiran yang sama berikut dalam pertumbuhan hubungan Pati-Mataram ---meskipun prakteknya Mataram pada akhirnya malah mencaplok Pajang sebagai Bapak kandungnya--- pihak Pati tidak jarang kali berpendirian bahwa antara Mataram dan Pati secara politik sederajad yang notabene pendirian ini dipertahankannya sampai titik darah penghabisan.
Awalnya, Kadipaten Pati-Mataram di bawah Kerajaan Pajang hidup rukun sebab setara dan bersaudara (adik-kakak). Namun sesudah Mataram yang bercorak politik luar negeri ekspansionis dan dalam perkembangannya dapat melumat Kerajaan Pajang yang atasannya tersebut rupan-rupanya mulai memandang sebelah mata terhadap Pati. Logikanya barangkali ialah karena Pati adalahbawahan Pajang dan sejak Pajang takluk oleh Mataram, maka otomatis Pati merupakan bawahan Mataram.
Penguasa Mataram sesudah Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 M, di ganti oleh putranya Mas Jolang atau Sultan Anyakrawati besok terkenal sebutan Sultan Seda Krapyak. Kemudian sesudah Sultan Anyakrawati meninggal di ganti oleh putranya yakni Raden Mas Anyokrokusuma. Cucu Panembahan Senopati ini menjadi Raja Mataram paling terkenal tahun 1613 – 1645 M.
Penguasa di Kadipaten pati jiga merasakan perubahan. Setelah Adipati Pragola I wafat sebab usia tua, kekuasaan di berikan putranya yakni Adipati Pragola II. Cucu Ki Ageng Penjawi ini memerintah Kadipaten Pati dengan bijaksana bijaksana sampai-sampai rakyatnya merasa aman sejahtera.
Adipati Pragola II (wasis Djoyo Kusumo) memiliki istri mempunyai nama Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar yg adalahAdik Sultan Agung.
Adipati Pragola II ialah adik ipar Sultan Agung Anyokrokusuma yang sama-sama adalahketurunan Prabu Brawijaya Raja Majapahit.
Adipati Pragola II dalam nenjalankan roda pemerintahan di Kadipaten Pati mendapat sokongan penuh dari enam tumenggung. Ke enam tumenggung itu yaitu, Tumenggung Mangunjaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Tohpati, Adipati Sawunggaling, dan Tumenggung Sindurejo. Mereka sudah bersumpah setia guna membela buni Pati sampai titik darah penghabisan.
Awal bentrokan dan adudomba
Ketika Mataram sedang memfokuskan perhatian merangkai kekuatan guna menggempur wilayah Surabaya, Adipati Pragola II berselisih dengan pembesar di Jepara. Perselisihan tersebut sampai memuncak dan sang Adipati Pragola mengirim ke enam Tumenggung ke Jepara guna menyelesaikannya. Keesokan harinya dengan seribu prajurit tempat lokasi tinggal penguasa Jepara di porakporandakan sampai rata dengan tanah.
Patih Jepara Ki Laksamana marah atas peristiwa itu dan pergi melapor ke penguasa Mataram. Ki Laksamana hingga di Mataram di terima oleh Tumenggung Endranata. Patih Ki Laksana melapor bahwa Adipati Pragola Pati bakal memberontak Mataram.
Pada pisowahan agung di kerajaan Mataram, yg bersamaan dengan hari raya, dihadiri oleh semua punggawa kerajaan dan semua pimpinan antara beda dari Bagelan, Grobogan, Kudus, Kalinyamat, Demak, dan Lasem.
Satu-satunya yg tidak hadir ialah Adipati Pragola II dari Kadipaten Pati. Ketidak hadiran Adipati Pragola II dalam pisowahan karena dalil yg sama laksana Adipati Pragola I ayahnya,yang berpikir bahwa Pati dan Mataram tersebut sedrajat.
Mengetahui adik iparnya tidak muncul Sultan Agung marah besar dan menanyakan pada raden Purbaya,belum sempat membalas sudah di dahului oleh Tumenggung Endranata, bahwa Adipati Pragola II bakal memberontak Mataram, bahkan Adipati Pragola II telah menginventasisasi sekian banyak senjata guna menggulingkan Raja Mataram.
Laporan ini menciptakan Raja Mataram hati-hati sampai-sampai ia mengantarkan telik sandi ke Pati, untuk memahami sepak terjang Adipati Joyo Kusumo, laporan yang diterima cocok dengan apa yang pernah diadukan istri Kyai Demang bahwa Pati sedang merangkai kekuatan. Raja Mataram segera mengantarkan pasukan ke Pati. Pasukan ini sebetulnya akan dipersiapkan guna melawan Surabaya. fokus Mataram sedang disibukan dengan penumpasan Surabaya.. Tapi dipindahkan menuju ke distrik Pati guna menangkal terjadinya penentangan di distrik tersebut.
Perang saudara ini dapat dicegah dengan menyelenggarakan perkawinan politik antara anak Sultan Agung dengan anak Joyo Kusumo, dan ini paling efektif guna meredam penentangan di Wilayah Pati. Pasukan Mataram kemudian dipindahkan kembali ke penyerangan Surabaya Disamping tersebut juga untuk menangkal terjadinya penentangan wilayah, Pati di antara kekuatan yang menjadi perhitungan politik Sultan Agung, sampai-sampai harus dijaga supaya tetap menyokong Mataram.
Adi pati Joyo Kusumo gagah berani tampil sebagai pemimpin distrik Pantai, mereka mengoleksi Penguasa Utara di Juana. Bahkan saat pengirimin pasukan guna menyerang Surabaya ia menjadi panglimanya menggantikan Adipati Sujanapura yang gugur dalam pertempuran. Adipati Joyo Kusumo pun ikut dalam menumpas Pemberontakan Tuban. bersama Lasem bahu membahu guna menundukan kekuatan dan strategi perang Tuban dengan besar-besaran,. sementara palimanya Adipati Martoloyo lebih senang menantikan musuh daripada menyerang dahuluan. Joyo Kusumo pun pernah menjadi panglima yang gagah berani. Ia bahu membahu dengan pasukan Tumenggung Alap-alap
Setelah penyerangan Surabaya selesai, penarikan pasukan pulang ke wilayahnya masing-masing. Temenggung Endranata mulai kasak-kusuk di dalam Keraton Mataram, ia menterjemahkan mimpi Sultan Agung, mengenai kedatangan seorang berbaju putih yang mewajibkan menyingkirkan empat orang terkemuka yang bisa menjadi duri dalam daging di Mataram. Temenggung Endratara membisikan siapa saja yang menjadi penghalang Sultan Agung.
Adipati endranata membuang isyu bahwa Pati akan menyelenggarakan penyerangan terhadap Mataram.. Pargola memperluas wilayahnya dengan mengusung enam Bupati MangunJaya, Kanduruwan,Raja Menggala, Toh Pati, Sawunggaling dan Sindurejo. Mereka ia bersumpah hingga titik darah penghabisan
Kisah mula peperangan
Raja Sultan Agung memanggil sejumlah adipati menghadap ke Mataram, Raja menanyakan mengapa Adipati Pragola tidak menghadap. Temenggung Endranata menjelaskan bahwa Pati tengah merangkai kekuatan dengan penguasa-penguasa pantai utara, kecuali Demak yang masih setia untuk Mataram, urusan ini menciptakan murka Sultan Agung.
Akhirnya Sultan Agung menyimpulkan Pati di serbu. Pati diserbu dari tiga penjuru, yakni arah timur, unsur selatan dan barat. Ratusan ribu prajurit Mataram dikerahkan guna menghancurkan Pati. Kadipaten Pati memang dirasakan oleh Sultan Agung yg sangat kuat sebab satu-satunya distrik yg belum terkalahkan.
Persiapan dilaksanakan mulai dari penunjukan semua pimpinan, persenjataan, dan perbekalan sekitar perang. Sebagai Senapati Mataram guna menyerang Pati ditunjuk Tumenggung Alap-alap.
Raja menata pasukan sebelah kanan yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, pasukan ini tinggal di Pekuwon Juwana unsur timur.
Pasukan Mataram dari arah unsur selatan dipimpin oleh Pangeran Madura yg membawahi prajurit Kedu, Begalan dan Pamijen, pasukan ini menegakkan tenda-tenda perkemahan di kaki Gunung Kendeng sekitar wilayah Cengkalsewu sebelah unsur selatan Pati.
Pasukan dari arah barat dipimpin oleh Pangeran Sumedang (Rangga Gempol) yang membawahi pasukan eksklusif berkuda,pasukan ini menegakkan barak di dekat wilayah Matraman Margorejo sebelah barat Pati.
Terakhir family Raja yang memimpin pasukan-pasukan Pamejagan mataram. Pengawal individu terdiri dari 2.000 prajurit seluruh kapendak yang terdapat diantara mereka mesti mengekor raja.
Pasukan mengepung melalui Pajang dan Taji sehingga tidak sedikit penduduk berlarian mengarah ke ke Kota Pati. Kadipaten Pati diblokade prajurit dari segala penjuru, pasukan telik sandi Pati mengadukan bahwa terdapat gerakan dari pasukan mengarah ke Pati yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung.
Adipati Pati mengoleksi rakyatnya yang masih setia guna berkumpul mengadakan pesta. Bagi pengikutnya yang setia karena esok akan menyelenggarakan pertempuran habis-habisan.
Jalannya Peperangan
Adipati Pragola II memahami wilayah Pati telah di kepung rapat oleh pasukan musuh.,ia tetap tegar dan tidak bakal mundur selangkah pun. Apalagi semua rakyat Pati menyokong untuk menjaga kedaulatan rakyat Pati sampai titik darah penghabisan. Semua prajurit Kadipaten Pati telah siap siaga menduduki pos-pos pertahanan yg telah ditentukan. Para punggawa Kadipaten Pati pun tidak bermukim diam, mereka memimpin laskar tumpuan yg terdiri dari prajurit-prajurit terlatih.
Pasukan Pati mengenakan pakaian yang sama hitam-hitam, sementara rakyat berpakaian seadanya. Mereka berkumpul menantikan Adipati Pragola yang sedang siap-siap, ia mandi, mengenakan baju yang paling bagus, melengkapi diri dengan pakaian-pakain pusaka (Kere Wojo), dan jimat pusaka.
Adipati Pati bareng pasukannya mengarah ke sector kanan, Serangan Pati ditujukan pada sayap kanan pasukan Mataram yang berada dibawah pimpinan Matralaya, dalam pasukan tersebut juga terdapat Adipati Endranata berada. Pihak Mataram merasakan kekalahan besar, dihajar dengan pasukanPati dengan kekuatan penuh, sampai-sampai pasukan Mataram ditarik mundur sampai wilayah perbatasan. Sisa-sisa Pasukan Mataram kocar-kacir mengamankan diri, contohnya Raja Niti, Mangun Oneng dan Kertajaya. Mataram lari ke Kunduruan, Pasukan Mataram meminta pertimbangan dengan Eyang Kunduruan supaya membantu pasukan Mataram, tetapi Eyang tidak mau sampai-sampai terjadi penyerbuan di kenduruan. Eyang Kunduruan sudah siap dengan pasukan penuh diperbanyak Pasukan dari Adipati Pati. Mereka bahu-membahu memukul Pasukan Mataram, Pasukan Eyang Kunduruan mengenyahkan Pasukan Mataram hingga di luar desa.
Melihat kemenangan di tangan Adipati Pati Pragola, dalam peperangan ini Temenggung Endranata melarikan diri dan membelot ke Pasukan Pati. Juga pusat dan sayap kiri pasukan Mataram menderita kerugian besar, Pasukan Sawung Galing sukses memporakporandakan pasukan inti Mataram, sehingga melulu keluarga Raja dengan 2000 pengawal yang masih bertahan.
Adipati Pragola mengobrak-abrik strategi Kalajengking, dia menyerang Pasukan tengah mengarah ke ke arah Susuhunan. Pasukan Temenggung Singanaru dihajar mati-matian sehingga semua anak buahnya tewas, Temenggung Singanaru berlari mengamankan diri, ia kehilangan semua anak buahnya, sampai-sampai menimbulkan suasana darurat.
Pasukan Adipati Pati terlena, sesudah memenangkan pertarungan, sampai-sampai dia unik pasukan Pati pulang ke markasnya, pengejaran terhadap Pasukan Mataram melulu sampai di tapal batas saja. Mereka tidak memburu lagi sebab menduga saldo Pasukan Mataram pulang ke Mataram.
Raja Mataram menyuruh mundur seluruh pasukan, untuk merangkai kembali Pasukan Mataram yang tersisa. Banyak Pasukan Mataram yang kocar-kacir kehilangan induk semangnya. Sultan Mataram menyuruh Pasukan Mataram yang terdapat di tiga sector, sayap kanan, kiri dan tengah guna tidak mengerjakan serangan, disangga dulu pasukannya menantikan komando berikutnya.
Raja Mataram di dalam hutan, mengoleksi para pemimpin pasukan guna mengkaji ulang strategi perang, dan untuk mengejar stategi baru guna menundukan Pati. lantas memukul gong pusaka Kiai Bicak, namun tidak berbunyi. Ia kehilangan motivasi dan berdoa untuk Allah, setelah tersebut gong berbunyi lagi dengan suara nyaring, ini menggobarkan semangat semua prajurit Mataram, yang tadinya telah mundur. Sekarang mereka maju lagi guna bertempur.
Sisa Pasukan Mataram yang bertahan ditapal batas, dan pasukan yang masih di hutan Jepara, Purwodadi, Kudus bergabung pulang dengan Pasukan Sultan Mataram, sesudah telik sandi menginstruksikan guna segera merapat dan bertemu dengan pasukan Sultan Mataram, seraya menunggu pertolongan dari Kerajaan Mataram yang bakal menyerbu Surabaya, untuk dipindahkan dahulu menolong Pasukan Mataram yang inginkan menyerang Pati.
Meskipun demikian, Adipati Pragola masih yakin bakal kemenangannya. Ia menyelenggarakan pembunuhan besar-besaran pada pihak Mataram. Raja Mataram segera mengirim pasukan ekstra danmengarahkan pengawal dan keluarganya, yang dipimpin oleh Pangeran Purbaya dan keluarganya. Mereka merapat bergabung dengan saldo pasukan Mataram dengan memakai strategi kombinasi, mengecoh pertahanan Pati. Pasukan Mataram bergerak melawan Adipati Kunduruan di wilayah Selatan, Prawirataruna, Temenggung Toh Pati dan Tumenggung Mangunjaya bertahan di arah timur, Tumenggung Sindurejo dan Raja Menggala bertahan di sector Barat melawan gempuran Pasukan Tumenggung Alap-alap. sementara Pasukan Tumenggung Sawunggaling kocar-kacir melawan pasukan inti, ia tertangkap Pasukan Mataram dan di ekskusi ditempat.
Meskipun demikian, Adipati Pragola dengan motivasi menyala-nyala maju ke depan, namun Raja Mataram memberikan tombak Kiyai Baru untuk Lurah Kapedak, Naya Derma. Tepat saat raja sekali lagi memukul gongnya Naya Derma menusuk Pragola sehingga menyebabkan luka enteng sebelah kiri. Pargola jatuh dari kudanya lantas ia bangkit, dan memacu kudanya terbit dari kepungan Pasukan Mataram. Dia berlari guna merawat lukanya, ditengah jalan kudanya berhenti dan Sang Adipati Wafat di Sendang Sani pada hari Jum’at Wage tanggal 4 Oktober 1627 M. . Mendengar Adipati Pragola wafat. Temenggung Endranata dan pasukannya membelot, memandang ini suatu dalil untuk pulang ke Pasukan Mataram. Semua pasukan Pati dimusnahkan, pun mereka yang diciduk hidup lebih suka memilih mati.
Raja memerintahkan supaya jenazah Pragola ditegakan dan jimat-jimatnya diambil. Melihat cipratan darah pada Kiai Baru, raja memahami bahwa adiknya terbunuh dengan senjata itu.
Sementera tersebut Tumenggung Mangunjaya melarikan diri ke dalam istana dan mengucapkan berita kekalahan untuk para perempuan disana pun kepada empat menteri jaga : Sura Prameya, Rangga Jaladra, Sura Antaka dan Pengalasan. Mereka bertempur terus hingga mati dengan 200 prajurit yang masih ada. Ini dilaksanakan dialun-alun, melulu Mangunjaya yang membawa berita kekalahan untuk para wanita, mereka cepat berlari meninggalkan Kadipaten Pati mengarah ke ke Gunung Prawata. Melalui pintu belakang bareng putra mahkota yang masih muda.
Temenggung Alap-alap dengan sejumlah pasukannya mengobrak-abrik Pasukan Pati, mereka memporakporandakan istana dan menguras berakhir istana bareng dengan pengikut-pengikutnya, kekayaannya dirampas dan rumahnya dihanguskan diratakan dengan tanah. ia menyuruh untuk membawa para perempuan ke Mataram.
Sultan Mataram bertemu dengan adiknya yang pun istri Pragola, ia bertanya mengapa Pati mesti memberontak terhadap Mataram, janda Pragola mengisahkan bahwa Sultan Mataram dan Pragola Pati diadu kambing oleh Adipati Endranata. Raja Mataram marah besar, sampai-sampai ia menyuruh Martalulut dan Singanegara guna membunuh Adipati Endranata dan dipertontonkan ususnya di Pasar Gede.
Adipati Pragolo Djoyo Kusumo sebagai figur Pahlawan Sejati Korban Fitnah dari pejabat yang Lalim.
Adipati Pragola II rela berkorban sampai titik darah penghabisan, Adipati gugur di medan perang untuk menjaga wilayah dan kedaulatan negeri Pati. Namanya harum diingat dan dimuliakan oleh masyarakat Pati.
Tentu saja, tewasnya Adipati junjungannya yang berarti kerusakan Kadipaten Pati bisa dimaklumi secara psikologis membawa luka yang mendalam untuk rakyatnya. Mulai ketika itu sampai sekarang sebagai tanda peringatan atas naasnya Adipati Pragola II yang paling dihormatinya tersebut hari Jumat Wage menjadi hari yang disakralkan oleh (sebagian) orang-orang Pati.
Sejarah dominasi Pati dibuka dari saat Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya sebagai kelanjutan dari Kerajaan Demak Bintara menghadapi tuntutan hak Harya Penangsang (Jipang) yang merasa sangat legal sebagai pewaris tahta eks Kerajaan Demak itu, walau dalam kenyataannya diskursus hak ini debateble. Sultan Hadi Widjoyo bermaksud mempertahankannya dan terjadilah perang. Bagi memadamkan “pemberontakan” ini Sultan Hadiwijaya medeklarasikan sayembara bahwa siapa yang dapat membunuh Harya Penangsang bakal diberi hadiah.
Dan, majulah semua tamtama Pajang yang berasal dari Selo Grobogan, yaitu Kyai Penjawi dan Kyai Pemanahan serta Ki Juru Martani sebagai pengatur strategi dengan memakai seorang bocah Danang Sutawijaya sebagai eksekutornya. Atas keberhasilan tersebut mereka berdua diberi hadiah alas (hutan) mentaok (mataram) dan bumi Pati. Pemanahan memilih alas mentaok plus harta kekayaan dari nadzar Ratu Kalinyamat sebab terbalasnya kematian suaminya oleh Harya Penangsang dan direalisir menjadi Kadipaten Mataram di bawah Kerajaan Pajang.
Sementara itu, Penjawi menemukan bumi Pati yang saat tersebut sudah adalahkota dengan jumlah warga 10.000 jiwa, menjadi Kadipaten Pati pun di bawah Kerajaan Pajang. Sebagai catatan: oleh sebab dari rahim kelahiran yang sama berikut dalam pertumbuhan hubungan Pati-Mataram ---meskipun prakteknya Mataram pada akhirnya malah mencaplok Pajang sebagai Bapak kandungnya--- pihak Pati tidak jarang kali berpendirian bahwa antara Mataram dan Pati secara politik sederajad yang notabene pendirian ini dipertahankannya sampai titik darah penghabisan.
Awalnya, Kadipaten Pati-Mataram di bawah Kerajaan Pajang hidup rukun sebab setara dan bersaudara (adik-kakak). Namun sesudah Mataram yang bercorak politik luar negeri ekspansionis dan dalam perkembangannya dapat melumat Kerajaan Pajang yang atasannya tersebut rupan-rupanya mulai memandang sebelah mata terhadap Pati. Logikanya barangkali ialah karena Pati adalahbawahan Pajang dan sejak Pajang takluk oleh Mataram, maka otomatis Pati merupakan bawahan Mataram.
Penguasa Mataram sesudah Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 M, di ganti oleh putranya Mas Jolang atau Sultan Anyakrawati besok terkenal sebutan Sultan Seda Krapyak. Kemudian sesudah Sultan Anyakrawati meninggal di ganti oleh putranya yakni Raden Mas Anyokrokusuma. Cucu Panembahan Senopati ini menjadi Raja Mataram paling terkenal tahun 1613 – 1645 M.
Penguasa di Kadipaten pati jiga merasakan perubahan. Setelah Adipati Pragola I wafat sebab usia tua, kekuasaan di berikan putranya yakni Adipati Pragola II. Cucu Ki Ageng Penjawi ini memerintah Kadipaten Pati dengan bijaksana bijaksana sampai-sampai rakyatnya merasa aman sejahtera.
Adipati Pragola II (wasis Djoyo Kusumo) memiliki istri mempunyai nama Raden Ajeng Tulak atau Ratu Mas Sekar yg adalahAdik Sultan Agung.
Adipati Pragola II ialah adik ipar Sultan Agung Anyokrokusuma yang sama-sama adalahketurunan Prabu Brawijaya Raja Majapahit.
Adipati Pragola II dalam nenjalankan roda pemerintahan di Kadipaten Pati mendapat sokongan penuh dari enam tumenggung. Ke enam tumenggung itu yaitu, Tumenggung Mangunjaya, Adipati Kenduruan, Tumenggung Ramananggala, Tumenggung Tohpati, Adipati Sawunggaling, dan Tumenggung Sindurejo. Mereka sudah bersumpah setia guna membela buni Pati sampai titik darah penghabisan.
Awal bentrokan dan adudomba
Ketika Mataram sedang memfokuskan perhatian merangkai kekuatan guna menggempur wilayah Surabaya, Adipati Pragola II berselisih dengan pembesar di Jepara. Perselisihan tersebut sampai memuncak dan sang Adipati Pragola mengirim ke enam Tumenggung ke Jepara guna menyelesaikannya. Keesokan harinya dengan seribu prajurit tempat lokasi tinggal penguasa Jepara di porakporandakan sampai rata dengan tanah.
Patih Jepara Ki Laksamana marah atas peristiwa itu dan pergi melapor ke penguasa Mataram. Ki Laksamana hingga di Mataram di terima oleh Tumenggung Endranata. Patih Ki Laksana melapor bahwa Adipati Pragola Pati bakal memberontak Mataram.
Pada pisowahan agung di kerajaan Mataram, yg bersamaan dengan hari raya, dihadiri oleh semua punggawa kerajaan dan semua pimpinan antara beda dari Bagelan, Grobogan, Kudus, Kalinyamat, Demak, dan Lasem.
Satu-satunya yg tidak hadir ialah Adipati Pragola II dari Kadipaten Pati. Ketidak hadiran Adipati Pragola II dalam pisowahan karena dalil yg sama laksana Adipati Pragola I ayahnya,yang berpikir bahwa Pati dan Mataram tersebut sedrajat.
Mengetahui adik iparnya tidak muncul Sultan Agung marah besar dan menanyakan pada raden Purbaya,belum sempat membalas sudah di dahului oleh Tumenggung Endranata, bahwa Adipati Pragola II bakal memberontak Mataram, bahkan Adipati Pragola II telah menginventasisasi sekian banyak senjata guna menggulingkan Raja Mataram.
Laporan ini menciptakan Raja Mataram hati-hati sampai-sampai ia mengantarkan telik sandi ke Pati, untuk memahami sepak terjang Adipati Joyo Kusumo, laporan yang diterima cocok dengan apa yang pernah diadukan istri Kyai Demang bahwa Pati sedang merangkai kekuatan. Raja Mataram segera mengantarkan pasukan ke Pati. Pasukan ini sebetulnya akan dipersiapkan guna melawan Surabaya. fokus Mataram sedang disibukan dengan penumpasan Surabaya.. Tapi dipindahkan menuju ke distrik Pati guna menangkal terjadinya penentangan di distrik tersebut.
Perang saudara ini dapat dicegah dengan menyelenggarakan perkawinan politik antara anak Sultan Agung dengan anak Joyo Kusumo, dan ini paling efektif guna meredam penentangan di Wilayah Pati. Pasukan Mataram kemudian dipindahkan kembali ke penyerangan Surabaya Disamping tersebut juga untuk menangkal terjadinya penentangan wilayah, Pati di antara kekuatan yang menjadi perhitungan politik Sultan Agung, sampai-sampai harus dijaga supaya tetap menyokong Mataram.
Adi pati Joyo Kusumo gagah berani tampil sebagai pemimpin distrik Pantai, mereka mengoleksi Penguasa Utara di Juana. Bahkan saat pengirimin pasukan guna menyerang Surabaya ia menjadi panglimanya menggantikan Adipati Sujanapura yang gugur dalam pertempuran. Adipati Joyo Kusumo pun ikut dalam menumpas Pemberontakan Tuban. bersama Lasem bahu membahu guna menundukan kekuatan dan strategi perang Tuban dengan besar-besaran,. sementara palimanya Adipati Martoloyo lebih senang menantikan musuh daripada menyerang dahuluan. Joyo Kusumo pun pernah menjadi panglima yang gagah berani. Ia bahu membahu dengan pasukan Tumenggung Alap-alap
Setelah penyerangan Surabaya selesai, penarikan pasukan pulang ke wilayahnya masing-masing. Temenggung Endranata mulai kasak-kusuk di dalam Keraton Mataram, ia menterjemahkan mimpi Sultan Agung, mengenai kedatangan seorang berbaju putih yang mewajibkan menyingkirkan empat orang terkemuka yang bisa menjadi duri dalam daging di Mataram. Temenggung Endratara membisikan siapa saja yang menjadi penghalang Sultan Agung.
Adipati endranata membuang isyu bahwa Pati akan menyelenggarakan penyerangan terhadap Mataram.. Pargola memperluas wilayahnya dengan mengusung enam Bupati MangunJaya, Kanduruwan,Raja Menggala, Toh Pati, Sawunggaling dan Sindurejo. Mereka ia bersumpah hingga titik darah penghabisan
Kisah mula peperangan
Raja Sultan Agung memanggil sejumlah adipati menghadap ke Mataram, Raja menanyakan mengapa Adipati Pragola tidak menghadap. Temenggung Endranata menjelaskan bahwa Pati tengah merangkai kekuatan dengan penguasa-penguasa pantai utara, kecuali Demak yang masih setia untuk Mataram, urusan ini menciptakan murka Sultan Agung.
Akhirnya Sultan Agung menyimpulkan Pati di serbu. Pati diserbu dari tiga penjuru, yakni arah timur, unsur selatan dan barat. Ratusan ribu prajurit Mataram dikerahkan guna menghancurkan Pati. Kadipaten Pati memang dirasakan oleh Sultan Agung yg sangat kuat sebab satu-satunya distrik yg belum terkalahkan.
Persiapan dilaksanakan mulai dari penunjukan semua pimpinan, persenjataan, dan perbekalan sekitar perang. Sebagai Senapati Mataram guna menyerang Pati ditunjuk Tumenggung Alap-alap.
Raja menata pasukan sebelah kanan yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, pasukan ini tinggal di Pekuwon Juwana unsur timur.
Pasukan Mataram dari arah unsur selatan dipimpin oleh Pangeran Madura yg membawahi prajurit Kedu, Begalan dan Pamijen, pasukan ini menegakkan tenda-tenda perkemahan di kaki Gunung Kendeng sekitar wilayah Cengkalsewu sebelah unsur selatan Pati.
Pasukan dari arah barat dipimpin oleh Pangeran Sumedang (Rangga Gempol) yang membawahi pasukan eksklusif berkuda,pasukan ini menegakkan barak di dekat wilayah Matraman Margorejo sebelah barat Pati.
Terakhir family Raja yang memimpin pasukan-pasukan Pamejagan mataram. Pengawal individu terdiri dari 2.000 prajurit seluruh kapendak yang terdapat diantara mereka mesti mengekor raja.
Pasukan mengepung melalui Pajang dan Taji sehingga tidak sedikit penduduk berlarian mengarah ke ke Kota Pati. Kadipaten Pati diblokade prajurit dari segala penjuru, pasukan telik sandi Pati mengadukan bahwa terdapat gerakan dari pasukan mengarah ke Pati yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung.
Adipati Pati mengoleksi rakyatnya yang masih setia guna berkumpul mengadakan pesta. Bagi pengikutnya yang setia karena esok akan menyelenggarakan pertempuran habis-habisan.
Jalannya Peperangan
Adipati Pragola II memahami wilayah Pati telah di kepung rapat oleh pasukan musuh.,ia tetap tegar dan tidak bakal mundur selangkah pun. Apalagi semua rakyat Pati menyokong untuk menjaga kedaulatan rakyat Pati sampai titik darah penghabisan. Semua prajurit Kadipaten Pati telah siap siaga menduduki pos-pos pertahanan yg telah ditentukan. Para punggawa Kadipaten Pati pun tidak bermukim diam, mereka memimpin laskar tumpuan yg terdiri dari prajurit-prajurit terlatih.
Pasukan Pati mengenakan pakaian yang sama hitam-hitam, sementara rakyat berpakaian seadanya. Mereka berkumpul menantikan Adipati Pragola yang sedang siap-siap, ia mandi, mengenakan baju yang paling bagus, melengkapi diri dengan pakaian-pakain pusaka (Kere Wojo), dan jimat pusaka.
Adipati Pati bareng pasukannya mengarah ke sector kanan, Serangan Pati ditujukan pada sayap kanan pasukan Mataram yang berada dibawah pimpinan Matralaya, dalam pasukan tersebut juga terdapat Adipati Endranata berada. Pihak Mataram merasakan kekalahan besar, dihajar dengan pasukanPati dengan kekuatan penuh, sampai-sampai pasukan Mataram ditarik mundur sampai wilayah perbatasan. Sisa-sisa Pasukan Mataram kocar-kacir mengamankan diri, contohnya Raja Niti, Mangun Oneng dan Kertajaya. Mataram lari ke Kunduruan, Pasukan Mataram meminta pertimbangan dengan Eyang Kunduruan supaya membantu pasukan Mataram, tetapi Eyang tidak mau sampai-sampai terjadi penyerbuan di kenduruan. Eyang Kunduruan sudah siap dengan pasukan penuh diperbanyak Pasukan dari Adipati Pati. Mereka bahu-membahu memukul Pasukan Mataram, Pasukan Eyang Kunduruan mengenyahkan Pasukan Mataram hingga di luar desa.
Melihat kemenangan di tangan Adipati Pati Pragola, dalam peperangan ini Temenggung Endranata melarikan diri dan membelot ke Pasukan Pati. Juga pusat dan sayap kiri pasukan Mataram menderita kerugian besar, Pasukan Sawung Galing sukses memporakporandakan pasukan inti Mataram, sehingga melulu keluarga Raja dengan 2000 pengawal yang masih bertahan.
Adipati Pragola mengobrak-abrik strategi Kalajengking, dia menyerang Pasukan tengah mengarah ke ke arah Susuhunan. Pasukan Temenggung Singanaru dihajar mati-matian sehingga semua anak buahnya tewas, Temenggung Singanaru berlari mengamankan diri, ia kehilangan semua anak buahnya, sampai-sampai menimbulkan suasana darurat.
Pasukan Adipati Pati terlena, sesudah memenangkan pertarungan, sampai-sampai dia unik pasukan Pati pulang ke markasnya, pengejaran terhadap Pasukan Mataram melulu sampai di tapal batas saja. Mereka tidak memburu lagi sebab menduga saldo Pasukan Mataram pulang ke Mataram.
Raja Mataram menyuruh mundur seluruh pasukan, untuk merangkai kembali Pasukan Mataram yang tersisa. Banyak Pasukan Mataram yang kocar-kacir kehilangan induk semangnya. Sultan Mataram menyuruh Pasukan Mataram yang terdapat di tiga sector, sayap kanan, kiri dan tengah guna tidak mengerjakan serangan, disangga dulu pasukannya menantikan komando berikutnya.
Raja Mataram di dalam hutan, mengoleksi para pemimpin pasukan guna mengkaji ulang strategi perang, dan untuk mengejar stategi baru guna menundukan Pati. lantas memukul gong pusaka Kiai Bicak, namun tidak berbunyi. Ia kehilangan motivasi dan berdoa untuk Allah, setelah tersebut gong berbunyi lagi dengan suara nyaring, ini menggobarkan semangat semua prajurit Mataram, yang tadinya telah mundur. Sekarang mereka maju lagi guna bertempur.
Sisa Pasukan Mataram yang bertahan ditapal batas, dan pasukan yang masih di hutan Jepara, Purwodadi, Kudus bergabung pulang dengan Pasukan Sultan Mataram, sesudah telik sandi menginstruksikan guna segera merapat dan bertemu dengan pasukan Sultan Mataram, seraya menunggu pertolongan dari Kerajaan Mataram yang bakal menyerbu Surabaya, untuk dipindahkan dahulu menolong Pasukan Mataram yang inginkan menyerang Pati.
Meskipun demikian, Adipati Pragola masih yakin bakal kemenangannya. Ia menyelenggarakan pembunuhan besar-besaran pada pihak Mataram. Raja Mataram segera mengirim pasukan ekstra danmengarahkan pengawal dan keluarganya, yang dipimpin oleh Pangeran Purbaya dan keluarganya. Mereka merapat bergabung dengan saldo pasukan Mataram dengan memakai strategi kombinasi, mengecoh pertahanan Pati. Pasukan Mataram bergerak melawan Adipati Kunduruan di wilayah Selatan, Prawirataruna, Temenggung Toh Pati dan Tumenggung Mangunjaya bertahan di arah timur, Tumenggung Sindurejo dan Raja Menggala bertahan di sector Barat melawan gempuran Pasukan Tumenggung Alap-alap. sementara Pasukan Tumenggung Sawunggaling kocar-kacir melawan pasukan inti, ia tertangkap Pasukan Mataram dan di ekskusi ditempat.
Meskipun demikian, Adipati Pragola dengan motivasi menyala-nyala maju ke depan, namun Raja Mataram memberikan tombak Kiyai Baru untuk Lurah Kapedak, Naya Derma. Tepat saat raja sekali lagi memukul gongnya Naya Derma menusuk Pragola sehingga menyebabkan luka enteng sebelah kiri. Pargola jatuh dari kudanya lantas ia bangkit, dan memacu kudanya terbit dari kepungan Pasukan Mataram. Dia berlari guna merawat lukanya, ditengah jalan kudanya berhenti dan Sang Adipati Wafat di Sendang Sani pada hari Jum’at Wage tanggal 4 Oktober 1627 M. . Mendengar Adipati Pragola wafat. Temenggung Endranata dan pasukannya membelot, memandang ini suatu dalil untuk pulang ke Pasukan Mataram. Semua pasukan Pati dimusnahkan, pun mereka yang diciduk hidup lebih suka memilih mati.
Raja memerintahkan supaya jenazah Pragola ditegakan dan jimat-jimatnya diambil. Melihat cipratan darah pada Kiai Baru, raja memahami bahwa adiknya terbunuh dengan senjata itu.
Sementera tersebut Tumenggung Mangunjaya melarikan diri ke dalam istana dan mengucapkan berita kekalahan untuk para perempuan disana pun kepada empat menteri jaga : Sura Prameya, Rangga Jaladra, Sura Antaka dan Pengalasan. Mereka bertempur terus hingga mati dengan 200 prajurit yang masih ada. Ini dilaksanakan dialun-alun, melulu Mangunjaya yang membawa berita kekalahan untuk para wanita, mereka cepat berlari meninggalkan Kadipaten Pati mengarah ke ke Gunung Prawata. Melalui pintu belakang bareng putra mahkota yang masih muda.
Temenggung Alap-alap dengan sejumlah pasukannya mengobrak-abrik Pasukan Pati, mereka memporakporandakan istana dan menguras berakhir istana bareng dengan pengikut-pengikutnya, kekayaannya dirampas dan rumahnya dihanguskan diratakan dengan tanah. ia menyuruh untuk membawa para perempuan ke Mataram.
Sultan Mataram bertemu dengan adiknya yang pun istri Pragola, ia bertanya mengapa Pati mesti memberontak terhadap Mataram, janda Pragola mengisahkan bahwa Sultan Mataram dan Pragola Pati diadu kambing oleh Adipati Endranata. Raja Mataram marah besar, sampai-sampai ia menyuruh Martalulut dan Singanegara guna membunuh Adipati Endranata dan dipertontonkan ususnya di Pasar Gede.
Adipati Pragolo Djoyo Kusumo sebagai figur Pahlawan Sejati Korban Fitnah dari pejabat yang Lalim.
Adipati Pragola II rela berkorban sampai titik darah penghabisan, Adipati gugur di medan perang untuk menjaga wilayah dan kedaulatan negeri Pati. Namanya harum diingat dan dimuliakan oleh masyarakat Pati.
Tentu saja, tewasnya Adipati junjungannya yang berarti kerusakan Kadipaten Pati bisa dimaklumi secara psikologis membawa luka yang mendalam untuk rakyatnya. Mulai ketika itu sampai sekarang sebagai tanda peringatan atas naasnya Adipati Pragola II yang paling dihormatinya tersebut hari Jumat Wage menjadi hari yang disakralkan oleh (sebagian) orang-orang Pati.